0

Financial Management Journey



0

Rumah Para Bintang (To All of my classmates GP3-Kelas 7)

Sebuah tulisan untuk apresiasi diri dan teman sekelas, Gemari Pratama Angkatan 3, Kelas 7.
Ditulis oleh Insani Mukhlisa untuk Buku Kenangan. 
-------------------------------------------------------------------------------------
Adalah benar bahwa setiap kita terlahir sebagai bintang. Walaupun ia terlihat kecil di langit, namun ia tetap memancarkan cahayanya yang kerlap-kerlip  tersebar diantara bentangan langit yang maha luas. Kini aku akan menarasikan tentang sebuah kisah para bintang. Kisah ini tentang sebuah komunitas yang bertajuk Gemar Rapi. Mereka yang berada di dalamnya adalah sekumpulan orang-orang yang mendambakan rumah yang rapi, sehat dan tentunya juga menetramkan jiwa penghuninya. Merekalah para bintang yang ingin kuceritakan dalam kisah ini.

Pada mulanya, mereka memiliki kesamaan cita-cita untuk menghadirkan kenyamanan dalam rumah mereka. Walaupun mereka berasal dari beraneka latar belakang, hal ini tidak sedikitpun menyurutkan keinginan mereka untuk bertransformasi menjadi diri yang lebih baik.

Perlahan tapi pasti bersama komunitas dan sesama teman, mereka bertukar pengalaman untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi disetiap tahapan pencapaian visi bersama mereka. Karena perjalanan ini tidak dilakukan sendiri, layaknya sebuah bintang di langit, mereka selalu berbagi tempat dengan ribuan bintang lain di langit yang sama. Mereka bukanlah orang-orang yang egois, tapi mereka adalah sekumpulan orang yang senang berbagi. 

Mungkin sebagian besar dari mereka menghadapi kebingungan, kesulitan dan dilema ketika menjalani perannya masing-masing. Aku harus mulai dari mana, kenapa banyak sekali yang berserakkan, kenapa aku lelah sekali menjalani kegiatan berbenah ini yang tidak tuntas-tuntas, dan ada sejuta pertanyaan bernada yang sama di awal pertemuan. Perlahan tapi pasti, satu persatu, simpul demi simpul keruwetan itu berhasil mereka urai. Tak jarang sesama mereka memberi bantuan dan support atau bahkan hanya memberikan sticker whatsapp pemberi semangat. Tapi, itu sangat berarti untuk turut menularkan energi positif pada yang lainnya. Layaknya bintang, merekapun  mulai berformasi menjadi rasi bintang yang indah karena kerja sama  dan dukungan satu dan lainnya.

Ibarat sebuah perjalanan yang jauh dan memakan waktu yang panjang, menjadi hal yang manusiawi dan lumrah jika ada yang merasa lelah menyelesaikan misi pencapaian asa mereka. Kesibukan di dunia nyata mereka kerap membuat dilema bagaimana mereka menetukan prioritas. Bersyukur seorang fasilitator para bintang tanpa bosan-bosannya mengajarkan apa pentingnya menjaga “Kandang Waktu” sehingga mereka bisa tetap produktif, mudah memilah dan memilih mana yang bermanfaat dan mana yang tidak bermanfaat.

Tak jarang juga di antara mereka ingin berhenti di tengah jalan. Namun, kembali mereka diingatkan bahwa ada sebuah kutipan yang luar biasa membakar semangat mereka. “When you feel like quitting, think about why you started”. Sebuah kutipan pelecut semangat mereka, bahwa dulu mereka pernah bersusah payah memberanikan diri menjadi bagian dari rumah bintang. Mereka pulalah yang harus menuntaskan semuanya hingga akhir.
Ibarat sebuah perjalanan pula, mungkin beberapa dari mereka juga mengalami kesalahan-kesalahan. Tapi hal itu tidak membuat mereka berkecil hati. Dari kesalahan itu mereka melakukan refleksi. Karena mereka menyadari bahwa “Reflection is looking back, so the view looking forward is even clearer”. Adalah penting melihat apa yang terjadi sebelumnya agar mereka bisa terus bangkit berbenah diri, memperbaiki kesalahan, memantapkan hati menjadi pribadi-pribadi yang lebih bersinar layaknya bintang sesungguhnya yang mencoba memantaskan diri untuk menjadi sebaik-baiknya manusia agar tercapainya tujuan penciptaan.

Tak jarang selama proses itu, mereka meninggalkan zona nyamannya. Mereka mencoba pola baru dalam hidup mereka dan mengganti mindset hidup mereka perlahan-lahan. Bahwa yang cukup itu adalah lebih menenangkan. Jumlah berlebih kadang lebih merepotkan. Mereka mulai berpikir berkali-kali untuk membeli barang karena sadar semua barang akan ada hisabnya nanti di akhirat.

Karena rumah bintang inilah mereka berinstrospeksi diri tentang kebesaran dan keikhlasan hati. Bahwa apa yang dimiliki bukanlah sepenuhnya milik mereka. Don't just de-clutter, de-own. Jika tidak menghadirkan manfaat dan kebahagiaan, kenapa harus mempertahankan banyak hal yang pada akhirnya menimbulkan masalah yang bertumpuk dan tidak berkesudahan pada rumah mereka. 

Selamat untuk mereka para bintang yang telah berhasil “breaking the wall”  dan melepas belenggu dalam diri mereka pada tahapan ini. Mereka berhasil menaklukkan tantangan demi tantangan. Dan sampailah waktu untuk para bintang kembali ke rumah mereka masing-masing. Selayaknya sebuah bintang, ia memiliki cahayanya sendiri sehingga dengan kemampuannya sendiri ia dapat memancarkan sinarnya. Ini saatnya battle mereka sesungguhnya, bagaimana mereka menghadirkan cahaya ke rumah mereka masing-masing dan mempertahankan apa nilai positif yang mereka dapat selama di rumah bintang.

0

Masa Kecil

Masa kecil..

Waktuku kecil hidupku
amatlah senang
senang dipangku dipangku dipeluknya
serta dicium dicium dimanjakan
namanya kesayangan

Hari ini saya sangat ingin mengingat masa-masa ketika dunia bermain menjadi bagian yang cukup utama dalam hidupku. Ya, terkadang saya ingin kembali ke masa kecil, dimana tidak ada yang perlu banyak dipikirkan, sibuk dengan dunia sejuta kesenangan bersama teman-teman.. Ke sekolah bersama, bermain hujan-hujanan bersama, ke mushalla dengan orang tua, dan tontonan kartun di ujung minggu.. Yang paling saya ingat, dan mungkin tidak dirasakan oleh anak-anak kecil sekarang

Ingin kukembali
ke masa yang lalu
Bahagianya dulu
waktu kecilku
Kudengar cerita
mama papa bilang
aku lincah lucu
waktu kecilku
Waktu kecilku
aku suka bernyanyi

Saatku...
tiba berulang tahun
Tak lupa...
hadiahku sepeda
Kupakai setelah kubelajar
Janji mama,
janji papa,
setelah ku naik kelas
Masihkah kita ingat ketika kecil, mungkin ketika kita berusia 4 atau 5 tahun.. Kita semua menampik apa yang sebenarnya kita ingin ekspresikan, mungkin mengekspresikan ide-ide yang belum pernah didengar orang lain. Tanpa sengaja kita mencetuskannya dan kemudian disambut dengan ledekan dan dan kadang orang dewasapun ikut untuk menertawakan apa yang kita ungkapkan. Tapi, semua ide-ide tersebut tidak hilang. Mereka hanya tersembunyi… menunggu dan menunggu…
Tembok yang membarikade semua berkah istimewa ini menyabotase semua niat kita untuk keluar dari persembunyiannya, tembok itulah yang disebut dengan fear (rasa takut). Dia yang bersemayam dalam pikiran kita. Kita yang menaruhnya di sana, dan hanya kita yang bisa menyingkirkannya dan memunculkan berkah tersebut.

Masih teringat jelas dalam ingatan saya bagaimana saya di setiap sore bermain di halaman bersama teman-teman sebaya. Mau panas, hujan, yang penting main.. Beraneka permainan saya bisa melakukannya, bahkan mungkin tarafnya expert kali ya.. wah,, kalau dipikir indah nian.. walau setiap maghrib ibu saya mengomeli saya untuk pulang mandi dan shalat maghrib.. mungkin teman-teman punya kisah waktu kecilnya yang tak terlupakan, misalnya peristiwa fenomenal, sempa ngompol di kelas saat belajar matematika, atau sok pinter main jailangkung-jailangkungan?

Bagi saya, masa kecil sangat memberikan arti bagi saya yang saat ini..

Bagaimana denganmu? 😊
0

Bosen Gak Sih?!

Di arisan Angkringan kemaren, seorang teman bertanya ke suami saya. "Kalian bosen ga sih menjalani kehidupan rumah tangga yang ketemu mulu setiap hari?". Sebenarnya pertanyaan ini ga sekali dua kali sih kami terima. Secara, kami berdua satu perusahaan, satu kantor, bahkan satu ruangan lagi. Pulang pergi kerja selalu bareng. Kan biasanya butuh ruang dan waktu agar dapat menciptakan rasa rindu.

Suami saya menjawab, tidak ada bosan sama sekali. Karena kami berdua bersama di rumah dan di kantor memang sama-sama saling membutuhkan. Jadi bukan karena kami  harus terpisah jarak dan waktu dulu baru kami akan saling kangen dan gak bosen, tentu bukan karena itu. Kami dirumah cuma bertiga, segala sesuatu kami lakukan bareng dan berbagi peran saja. Jadi tidak ada bosannya. Karena setiap hari, baik di rumah, di perjalanan, di kantor atau di manapun, saya dan suami selalu mempunyai topik-topik yang selalu seru dibicarakan. Baik soal anak,  keluarga, agama, dunia pasar modal, ekonomi, politik, ataupun yg pastinya soal kerjaan, dsb. Yg paling seru biasanya kami membicarakan tingkah polah Sheena. Sekecil apapun itu. Dan lagi, karena kerjaan saya dan suami selalu beririsan, jadi apapun yang dibicarakan selalu nyambung. Semua teman suami saya adalah teman saya, dan semua teman saya adalah teman suami saya pula. Jadi tetap seru-seru aja.

Pertanyaan senada lainnya yang suka kami terima, "Kalau di rumah ngomongin kerjaan ga?" Jawabannya, ya! Kami juga ngomongin kerjaan, gimana caranya hal ini diperbaiki, gimana supaya masalah itu selesai, saya bertanya soal sistem di departemen suami saya, atau sebaliknya dan banyak hal lainnya. "Ih apa banget di rumah masih aja bahas kerjaan". Sebagian orang pernah bilang gitu ke kami, bagi kami itu baik-baik aja. Membicarakan kerjaan di rumah bukanlah sebuah nightmare bagi kami. Seru-seru aja sih. Toh dengan membicarakan itu kualitas kebersamaan keluarga tidak berkurang. Jadi ga masalah dan itu menyenangkan.

"Kalau ketemu terus, apa ga kangen sama sama suami/istri?" Ya kangen donk. Suami saya ga keliatan di mejanya aja saya cariin, atau tumben jam segini suami belum mampir ke meja saya, saya pasti tanya, dan sebaliknya. Jadi kangen itu bukan ditentukan jarak dan waktu. Bisa kapanpun. Asalkan kita mengerti cara menciptakannya, tahu cara mengelolanya, tahu cara menjaganya. Tiap-tiap keluarga pasti punya caranya sendiri.

Terakhir, saya terus berdoa semoga Allah selalu jaga kehangatan di keluarga kecil kami sampai kapanpun. Mohon doakan pula ya teman-teman.. 😊

0

Kenapa Memilih Daycare?

@InsaniMukhlisa

Ketika seorang ibu memilih suatu hal, pasti itu sudah dilakukan dengan berbagai pemikiran dan pertimbangan yang panjang. Ada ibu yang memilih stay di rumah bersama anak-anak, ada juga ibu yang memilih ingin mengaktualisasikan dirinya untuk bekerja di ruang publik, terlebih lagi ruang publik tersebut adalah pekerjaan yang ia inginkan dan ia idamkan.

Kedua pilihan tersebut tidaklah salah menurut saya. Keduanya benar, selama itu dilakukan atas izin suami.
Karena saya adalah ibu yang memilih bekerja di ruang publik sebutlah dengan istilah “Working Mom”, tentunya kita akan dihadapkan dengan beberapa pilihan dan kegalauan anak akan ditempatkan dimana selama kita  bekerja, siapa yang mengasuhnya dst.
Sebagai  keluarga yang jauh dari orang tua dan saudara tapi ingin (dan atau) harus bekerja, tentunya ada fase dimana saya merasa galau anakakan dititipkan ke siapa. Setidaknya ada beberapa pilihan saya saat itu :
  1. Anak bersama orang tua atau mertua
  2. Anak bersama pengasuh yang sudah dikenal dekat (baik dari kerabat, keluarga, tetangga dekat)
  3. Anak bersama pengasuh profesional (baby sitter)
  4. Anak di daycare
  5. Anak bersama dirumah 24 jam bersama ibunya, ibu harus resign dari kantor


Di antara kelima pilihan yang saya jabarkan di atas, sampai hari ini Sheena berusia 2.5 tahun, saya sudah merasakan point no 1, 2 dan 4.

Di awal masa bekerja pasca melahirkan mama dan mami mertua saya bergantian untuk datang ke Bekasi untuk mengasuh Sheena. Tapi, hal ini tidak bisa saya harapkan berkelanjutan, karena kedua orang tua memiliki tanggung jawab di Bukittinggi ataupun Ponorogo.  Selain itu, saya tidak ingin membebani orang tua, karena menurut hemat saya pribadi, orang tua sudah sangat penat membesarkan kita sampai hari ini, sebaiknya di hari-hari tuanya, mereka tidak disibukkan dengan kepayahan mengasuh anak kita (sekalipun  sebenarnya mama dan mertua saya menyukainya). 

Sampai akhirnya kami menemukan solusi menitipkan Sheena ke tetangga yang suaminya 1 kantor dengan saya dan suami. Saat itu usia Sheena 5 bulan. Alhamdulillah si ibu punya anak yang sudah besar-besar, dan tidak ada kegiatan apapun di rumah. Saat ini saya sangat bersyukur, karena saya sangat terbantu. Tapi inipun tidak saya lanjutkan, karena beberapa hal, akhirnya ketika usia Sheena 14 bulan saya mulai mencarikan Sheena tempat bermain baru. Bermodal cuti di kantor, saya nekad menjalani perumahan-perumahan di sekitar rumah untuk mencari beberapa kandidat tempat daycare. Dan saya cukup senang, karena saya memiliki banyak pilihan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mungkin karena kami berdomisili di tempat yang banyak pekerjanya.


Oiya mungkin ada yang bertanya, kenapa saya lebih memilih daycare dibanding mencarikan pengasuh professional (baby sitter) Pertama, sulit sekali menemukan pengasuh yang cocok di hati. Bahkan ada yang berpendapat lebih susah mencari pengasuh yang pas dibanding mencari jodoh, hehe. Kedua, saya masih parno dengan berita-berita yang beredar di TV dan media sosial terkait banyaknya tindak kriminal yang dilakukan ke anak. Ketiga, saya kurang suka ada orang lain di luar keluarga dekat tinggal serumah dengan saya.


Bagi para Bunda yang senasib dengan saya, tenang aja, Bunda tidak sendirian kok. Saya menjatuhkan pilihan inipun dengan berderai air-mata, hehe.  Galau anak saya akan bagaimana, tapi semua saya pasrahkan pada Allah, saya percayakan semua pada Allah, satu hal keyakinan saya pada saat itu, saya bekerja untuk melakukan hal kebaikan, bukan berarti saya tidak cinta dan sayang dengan anak, tapi keyakinan saya, Allah pasti akan kasih saya jalan dan petunjuk ketika saya punya niat baik. Itu saja.

Melalui tulisan ini saya ingin berbagi sedikit tips untuk memilih daycare yang tepat bagi anak versi saya,
  1. Survey dulu beberapa daycare.  Jangan bermodalkan “katanya katanya” untuk hal se-priotritas ini. Dan gunakan feeling sebagai orang tua terkait daycare nya.
  2. Bertanya kepada sekitar, waktu itu saya bermodal bertanya ke satpam-satpam perumahan dan mereka memberitahukan tempat-tempat tersebut. Catatan : beberapa petugas tidak mengerti apa itu daycare. Mungkin coba menerjemahkan menjadi “tempat penitipan anak, taman bermain anak usia dini, dsb”.
  3. Pilihlah lokasi yang sejalan dengan aktifitas harian bunda, karena ini akan sangat memudahkan mobilisasi setiap hari ketika antar jemput anak.
  4. Wawancara Owner daycare dan pengasuhnya. Saat itu saya sudah punya list pertanyaan yang akan saya ajukan, tujuan saya agar saya bisa membaca apakah tempat ini layak untuk jadi rumah kedua anak saya atau tidak dan juga mengetahui bagaimana pola asuh mereka. Saya share juga ya list pertanyaannya di bawah ya.
  5. Biaya. Sesuaikan dengan budget keluarga. Berapa biaya bulanan, jika ada overtimenya bagaimana.
  6. Cari testimoni dari pihak sekitar terkait daycare. Waktu itu saya sampai menanyakan ke ibu-ibu sekitar daycare dan mba-mba salon sekitar daycare tersebut. Dan Alhamdulillah testimony mereka baik. Bahkan saya sempat menanyakan ke salah satu orang tua siswa daycare, ternyata ibu ini sudah menitipkan 2 anaknya disana. Saya berkesimpulan tempat tersebut cukup baik.
Pertanyaan untuk survey daycare :


1.    Apa latar belakang mereka mendirikan daycare. Saya ingin menggali seberapa serius mereka menjalani usaha ini. Saya ingin tau apakah pihak daycare semata untuk bisnis atau tidak.

2.   Apa latar pendidikan pengasuh daycarenya

3. Bagaimana pola asuh harian? Apakah ada jadwal yang mendisiplinkan anak? Jadi ada waktu yang jelas kapan anak bermain, belajar, nyusu, tidur, mandi dsb.

4. Berapa ratio pengasuh dibanding anak? Berapa kapasitas maksimal daycare?

5. Apakah daycare ini pro-ASI? JIka iya, saya tanyakan bagaimana mereka memenej ASInya. Karena saat itu saya masih memberikan full ASI ke Sheena. 

6. Bagaimana cara menidurkan anak? Saat itu ada yang mengingatkan saya, agar jangan memilih daycare karena ternyata ada “oknum” daycare lain yang menidurkan anak menggunakan obat penenang. Serem kan…

7. Hal apa yang selalu mereka tanamkan pada anak? Misalnya, kemandirian, berteman, berbagi, sosialisasi, dll. Bagaimana pengasuh berkomunikasi dengan anak? Apakah anak akan dimarahi atau dikasari ketika salah? Apakah anak dimanja atau diberikan ketegasan agar disiplin? Oiya cek juga pemakaian TV dan gadget di daycare. Saya menemukan waktu survey ada lho daycare yang waktu itu saya lihat sendiri sedang menayangkan FTV Indos*ar yang adegannya sangat lebay dan bahasa gak pantas didengar anak.

8. Coba gali juga pola makan disana seperti apa? Saya juga menanyakan daftar menu harian mereka untuk memastikan nutrisi apa yang diberikan pada anak-anak. 

9. Mainan edukatif apa saya yang mereka sediakan?

10. Bagaimana kebersihan makanan, arena bermain, ruang tidur, juga mainan.

11. Apakah ada kurikulum sekolahnya, atau ada agenda periodik untuk menunjang kegiatan di daycare.

12. Penanaman nilai agama Islam seperti apakah?

13. Pola komunikasi orang tua dan pengasuh seperti apa?

14. Obat-obatan yang mereka miliki untuk keadaan darurat?


Banyak ya list pertanyaan saya. Hehe.  Saya ampe bertanya ke sana 2 kali sesi, dan melanjutkan via whatsapp. Ini semua karena saya hanya ingin memastikan Sheena berada di tempat yang baik. 

Setelah diskusi lebih lanjut dengan suami (suami saya turut sertakam survey dan bertanya banyak ke pihak daycare), akhirnya  setelah saya seleksi, saya mendapatkan Islamic Daycare yang saat ini saya gunakan jasanya. Pengasuhnya berlatar belakang sarjana pendidikan anak usia dini. Saya mendapati tempat ini sederhana, tapi yang saya kagumi bagaimana anak-anak bisa sangat tertib bersama guru mereka. Selain itu Sheena sangat banyak perkembangannya di daycare. Dulu di awal-awal, Sheena adalah anak yang sungkan dan tertutup dengan orang baru, sejak di daycare Sheena lebih mudah bersosialisasi. Selain itu Sheena juga lebih mandiri untuk hal-hal simple yang bisa diajarkan ke anak se-usianya. Yang paling terasa, Sheena senang sekali makan tanpa disuapi. Di tempat Sheena, 1 pengasuh untuk 2-3 anak. Dan untuk biaya, menurut saya cukup reasonable dan logis. Karena makan siang dan sore ditanggung di daycare. Selain itu, yang saya sukai, daycare ini melakukan perhitungan sangat transparan. Jadi misalkan, jika saya overtime sebulan hanya 50 menit, ya saya akan bayar selama 50 menit, tidak dibulatkan 1 jam demikian. Selain itu pengasuh sangat terbuka dengan masukan dari orang tua. Pola komunikasi sangat intens, pihak daycare akan selalu melaporkan apa saja yang dialami Sheena baik hal baik dan juga hal buruk, entah kejedot , entah bisa baca Alfatihah, mulai bisa baca beberapa huruf Iqra, anak muntah, dsb. Jadi tidak ada yang ditutup-tutupi. Komunikasi via whatsapp dengan pihak daycare sangat sering. Oiya, pengasuh juga memberikan formulir pendaftaran berikut fotocopy ijazah PAUD dan KTP beliau kepada kami. Bagi saya, ini juga jaminan sih kalau suatu hari ada hal yang tidak diinginkan. Tapi, mudah-mudahan tidak ada ya. Aamiin.



Setahun sekali, daycare mengundang orang tua murid untuk silaturrahim daycare dan orang tua, selain itu ada penampilan seni dan bakat anak, dan juga laporan perkembangan anak. Jadi setiap anak akan dapat nominasi, siapa yang paling baik berkomunikasi, paling baik kemampuan sosialisasinya, yang mana kognitifnya menonjol, dsb. Jadi karena pengasuhnya lulusan PAUD, jadi mereka tau bagaimana menemukan bakat dan kemampuan anak sesuai usianya. Setahun sekali, daycare juga mengadakan field trip (nebeng ke TK mertua nya pengasuh daycare). Sheena pernah ikut field trip ke pabrik Inaco.


Tapi dibalik itu semua, tentunya ada kelebihan ada kekurangan. Kekurangannya :

  1. Anak ada potensi lebih mudah tertular penyakit (seperti :  common cold)/flu). Hal ini saya siasati dengan vaksinasi anak sesuai jadwal dan dengan meningkatkan imunitas anak baik dari makanan maupun suplemen tambahan. (oiya, saya memilih Sheena usia 14 bulan ke daycare, karena saya berpikir Sheena sudah komplit semua vaksin-vaksin yang penting dan utama).
  2. Orang tua harus berusaha lebih untuk antar jemput anak setiap hari. Sheena saya antar jam 06.00, saya jemput jam 16.30-an.
  3. Untuk anak yang punya sakit serius dan potensi besar menularkan, anak tidak dibolehkan masuk ke daycare, sehingga orang tua harus mencari alternatif untuk menjaga anak. Kalau saya biasanya cuti atau izin.
  4. Pekerjaan rumah dilakukan hanya berdua dengan suami. Ya, ini pilihan yang pasti terjadi, karena saya tidak punya ART atau Nanny. Tapi ini semua hanya berat di awal, lama-lama juga terbiasa dan tau bagaimana celah dan cara menghadapinya.

  5. Jika Bunda sudah fix untuk menempatkan anak di daycare, ada beberapa tantangan yang akan dihadapi. Ini berdasarkan pengalaman saya saja ya..
    • Melow luar biasa karena meninggalkan anak dalam keadaan menangis. Ya namanya anak butuh adaptasi hal baru. Alhamdulillah Sheena menangis hanya 3-4 hari di awal saja. Hari berikutnya sudah lincah kemana kemari.
    • Bunda harus ikhlas dan berikan kepercayaan kepada pihak daycare. Saya meyakini antara anak dan ibu pasti ada ikatan batin yang kuat. Di awal-awal saya menangis karena antara rela dan tidak berpisah dengan anak, justru melow-melow ini yang juga membuat anak gelisah sehingga menyulitkan Sheena dan pengasuh saling beradaptasi. Ikhlas saja. Percayakan Allah akan menjaga anak kita.
    • Beberapa anak berdasarkan penuturan pengasuhnya sempat dikembalikan ke orang tua karena masa percobaan 1 bulan, anaknya selalu menangis dan frekuensi menangisnya tidak berkurang dari hari kehari dan tidak mau makan. Terkait hal ini, biasanya pihak daycare mengembalikan anak ke orang tuanya. Karena mungkin pihak daycare tidak mau anak tersebut kenapa-kenapa di daycare. Jadi, in case anak kita seperti ini, harus siap-siap cari opsi lain ya.

    Saya informasikan juga ya checklist barang bawaan Sheena setiap harinya :
    1. Sarapan pagi dan cemilan
    2. Susu (ASI, UHT)
    3. Pakaian (minimal 3 stel)
    4. Handuk
    5. Popok (saat ini Sheena blm lulus toilet training, daycare jg mendukung anak untuk toilet training)
    6. Mukena
    7. Sepatu / Sandal
    8. Tempat Minum
    9. Pakaian Muslim (hari Jum'at)
    10. Infaq (hari Jum'at)
    11. Shampoo & Sabun (sikat gigi disediakan dari Daycare)

    OK, sekian sharing dari Bunda Sheena. Semoga ada manfaat ya dari tulisan ini.
    Terakhir dari saya, dari segala hal yang saya alami soal daycare-daycare ini, saya mendapat hikmah
    Terkadang kita memiliki kekhawatiran-kekhawatiran yang berlebihan akan sesuatu hal yang belum terjadi. Kekhawatiran ini yang kadang membuat kita tidak merasa lega dan yakin menapak ke depan. Yakinilah, dimana ada kemauan, disitu Allah akan tunjukkan jalan. Asalkan niatnya baik dan tulus, prosesnya diiringi keikhlasan, percaya saja Allah akan tunjukkan jalan-jalanNya.

    Wassalam.

    Bekasi, 25 Juni 2018

    Bunda Sheena
    0

    Menyampaikan Afirmasi Positif kepada Sheena

    Tidak terasa, Sheena sebentar lagi akan berusia 2 tahun.
    Tepatnya 21 Januari 2018 nanti.

    Dan tak terasa juga saya sudah mengASIhi Sheena selama itu.
    Ada syukur, bahagia, letih, sedih, nano-nano rasanya di dalam proses menyusui Sheena.

    Menjelang 2 tahun inilah sedikit demi sedikit saya mulai memberikan afirmasi positif. "Sheena, nanti kalau udah 2 tahun, Ayah Bunda mau Sheena udah gak nenen ya. Waktu kamu menyusu dengan Bunda tinggal 2 bulan lagi ya". Kadang Sheena juga ngambek setiap saya bicarakan ini. Dan merengek. "Neeeen...", begitu rengekannya.

    Tapi beberapa waktu belakangan, semakin saya dan suami sounding untuk disapih, semakin getol lah dia meminta menyusu.

    Ditambah beberapa hari ini, terasa sakit sekali ketika menyusui Sheena.

    Mungkin karena ASI nya sudah sangat jauh berkurang, dan Sheena giginya sudah tumbuh semua dibagian depan, menambah kompleksnya kesakitan saya setiap menyusu. Mulai saya sounding lagi. "Sheena, nenennya sakit. Sheena minum air putih ya". Saya obati. Dan dia ikuti menyodorkan "Bat. Bat, Budaa, bat nen". Malamnya saya bicarakan, Sheena, Bunda merasa sakit. Sheena dipukpuk ya boboknya. Sampai jam 11 masih terlihat masih segar matanya. Saya ajak ke kamar mandi saya ajak berwudhu sebelum bobok.
    Tidak lama saya gendong, "Nak, Bunda mau Sheena bobo tanpa nen ya.." Tampaknya dia paham dan mungkin semakin mengerti karena melihat raut wajah saya yang menahan lelah. Saya matikan lampu, saya gendong dan Sheena langsung nemplok dipundak, sambil dinyanyikan, 5 menit kemudian sudah pulas tertidur pulas.

    Alhamdulillah.. Sampai subuh tidak terbangun sama sekali. Bayi kecilku ini sudah mulai besar dan mulai bisa diberi pengertian.

    #hari1
    #gamelevel1
    #komunikasiproduktif
    #tantangan10hari
    #KuliahBunSayIIP
    #WeaningWithLove
    #WWL
    #Sheenaisturning22months

    0

    Being Stay At Home Mom or Working Mom?

    2 hari ini saya menjalani kehidupan kantor yang agak sedikit dibilang gabut. Hahaha..
    Setelah beberapa bulan belakangan saya menjalani ke-hectic-an project yang menyita pikiran dan tenaga di kantor, untuk sejenak saya bisa sedikit "leyeh-leyeh" di kantor karena lumayan agak senggang waktunya. Ya hitung-hitung rehat sejenak dari project berikutnya di bulan Juni 2017 yang maraton terus sampai tahun-tahun depan.

    Berkaca dari diri saya yang orangnya lebih suka dikasih kesibukan, dikasih senggang sedikit saya pasti mikir ngalor-ngidul kemana-mana. Diantara kegabutan saya itu sampailah saya pada pemikiran dalam (*ceileeh),

    Should I be the working mom for now until the future time?

    Haahaha..

    Pemikiran saya saat itu membawa saya untuk mengajak diskusi teman yang dulu satu kampus, terhimpun dalam satu grup whatsapp, sebutlah nama grup itu Mahmud Abas. Ya grup tersebut berisi kumpulan Mamah Muda Anak Baru Satu :D Walaupun disana ada juga sih yang baru melahirkan anak keduanya. Mungkin insyaAllah suatu hari nanti Mahmud Abas akan bertransformasi menjadi Mahmud Ternak. Mamah Muda Anter Anak.. Hahha

    Kembali ke topik yang ada di judul.
    Dari diskusi singkat yang saya jalani beberapa saat via whatsapp itu, saya mengajukan beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh mahmud yang waktu itu memilih menjadi Stay At Home Mom (SAHM).

    Pertanyaannya simpel saja awalnya. Saya bertanya apa saja yang melatarbelakangi kenapa memilih utk SAHM? Apa saja suka dukanya? Untuk 2 pertanyaan saja alhamdulillah saya sudah mendapatkan point of view yang cukup banyak.

    Dari latar belakang yang beragam dari keseluruhan diskusi saya melihat hal positif menjadi SAHM. Diantaranya :

    1. Ibu menjadi mampu mendampingi anak all the day. Kedekatan emosional antara ibu dan anak akan lebih terbangun. Ibu akan mampu mengamati setiap perkembangan anak sekecil apapun itu. Atau mungkin si ibu belum rela anaknya diasuh orang lain.
    2. Totalitas urus suami
    3. Makan lebih sehat
    4. Rumah nyaman
    5. Suami istri tentram
    6. Dsb

    Tentunya dari hal positif pasti akan lahir juga hal-hal negatif yang *mungkin* bermunculan, diantaranya :

    1. Kegiatan rumah yang tiada habisnya mungkin akan menjemukan untuk SAHM. Ya istilahnya memicu kebosanan. Dari bosan berkepanjangan kemungkinan selanjutnya akan terjadi stress. Ya bagaimana tidak stres, menghadapi anak yang semakin hari semakin menggemaskan kadang membuat rasa sabar kian terasah, belum lagi pekerjaan rumah yang selalu ada. Mungkin ketika bekerja, si ibu memiliki kebebasan sedikit lebih dibanding jadi SAHM. Mungkin dulu sempet manager pabrik, pas jadi di rumah hanya menguasai sepetak rumah doank. Haha

    Untuk hal-hal ini bisa diantisipasi dengan cara ibu mempersiapkan me time. Minimal 1x seminggu keluar. Dan suami diharapkan lebih peka juga ajak istri keluar rumah di pengujung pekan. Minimal belanja mingguan, sesekali makan di luar, atau sekadar menemani anak bermain di taman.

    Selain itu menjadi penting untuk memahami prinsip bahwa manusia adalah untuk bermanfaat untuk orang lain (termasuk keluarga di dalamnya).

    Jika ada rasa bosan melanda, pastikan diri menemukan kesibukan apapun yang membuat ibu menjadi produktif, sebutlah misalnya merangkai bunga, memasak, baking kue, menjahit, colouring the books, ya intinya apapun itu yang menjadi stress relief.

    2. Omongan orang sekitar yg mungkin bikin baper.

    Tidak bisa kita nafikan bahwa saat ini kultur hidup kita sebagian besar masih memandang wanita bekerja itu lebih OK dibanding wanita yang fokus menjadi ibu rumah tangga. Ya kadang menjadi ibu rumah tangga masih dipandang tidak bekerja (lha wong cuci, setrika, ngepel dsb, apa disebut gak kerja? cuma pakai ilmu simsalabim prok prok jadi apa? Hahaha).

    Sejak jadi ibu saya juga merasakan apa omongan yang kadang nyelekit soal pengasuhan kita yang bikin baper. Hehehe. Ya solusinya apa? Balik lagi ke diri sendiri agar tidak terlalu dimasukin ke hati apa saja yang orang ungkapkan. Istilahnya lebih tebal kuping aja. Selama komentarnya positif ya kita pertimbangkan. Ketika komentarnya negatif, buat apa kita juga pusing-pusing mikirinnya. Betul betul betul.. (*upin ipin style).

    Dan sesama ibu, please stop judging other moms. Hindarilah merasa pengasuhan kita paling benar, yang lain salah.

    3. Pemasukan yg berkurang.

    Mungkin ketika istri masih bekerja, keuangan lebih stabil. Ingin beli apa bisa punya uang sendiri. Tapi setelah menjadi SAHM mungkin akan berbeda. Kuncinya apa? Ya syukuri berapapun rezeki yg diberikan suami. Mulai berhemat. Rajin menabung. Gak lapar mata apa-apa dibeli.

    Dari hal positif negatif di atas, ada challange lagi ketika ibu memutuskan jadi SAHM seperti :

    1. Bagaimana membangun komunikasi terus menerus antar pasutri yang baik.
    2. Lebih saling pengertian dan peka satu sama lain.
    3. Berpegang teguh sama prinsip dan keputusan yang sudah disepakati bersama.
    4. Be productive SAHM. Memperluas kebermanfaatan tidak saja internal rumah tangga, tapi juga eksternal. Tetapi tidak luput mengutamakan rumah tangga itu sendiri tentunya.

    Lalu saya sendiri bagaimana?
    Let's see later ya.. 😄😄

    Dan saya pun yakin, dimanapun seorang ibu berada dalam hati kecilnya ia pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Entah menjadi ibu rumah tangga, ataupun ibu bekerja. Pasti ada faktor-faktor yang membedakan antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya yang gak bisa disamaratakan.

    Ya akhirnya, saya ingin mengungkapkan rasa bahagia ketika tergabung dalam komunitas-komunitas yang seperjuangan dengan saya.
    Banyak hikmah yang tersebar di dalamnya.
    Selanjutnya apa? Mari kita kumpulkan hikmah-hikmah tersebut agar kita menjadi orang tua yang lebih dewasa dan bijak dalam berpikir maupun bertindak.

    Dengan diskusi ini pun kegabutan saya pun menjadi sedikit lebih bernilai.. Hahaha

    Bekasi, 9 Mei 2017

    Back to Top