Rumah Para Bintang (To All of my classmates GP3-Kelas 7)
Masa Kecil
Waktuku kecil hidupku
amatlah senang
senang dipangku dipangku dipeluknya
serta dicium dicium dimanjakan
namanya kesayangan
Hari ini saya sangat ingin mengingat masa-masa ketika dunia bermain menjadi bagian yang cukup utama dalam hidupku. Ya, terkadang saya ingin kembali ke masa kecil, dimana tidak ada yang perlu banyak dipikirkan, sibuk dengan dunia sejuta kesenangan bersama teman-teman.. Ke sekolah bersama, bermain hujan-hujanan bersama, ke mushalla dengan orang tua, dan tontonan kartun di ujung minggu.. Yang paling saya ingat, dan mungkin tidak dirasakan oleh anak-anak kecil sekarang
Ingin kukembaliMasihkah kita ingat ketika kecil, mungkin ketika kita berusia 4 atau 5 tahun.. Kita semua menampik apa yang sebenarnya kita ingin ekspresikan, mungkin mengekspresikan ide-ide yang belum pernah didengar orang lain. Tanpa sengaja kita mencetuskannya dan kemudian disambut dengan ledekan dan dan kadang orang dewasapun ikut untuk menertawakan apa yang kita ungkapkan. Tapi, semua ide-ide tersebut tidak hilang. Mereka hanya tersembunyi… menunggu dan menunggu…
ke masa yang lalu
Bahagianya dulu
waktu kecilku
Kudengar cerita
mama papa bilang
aku lincah lucu
waktu kecilku
Waktu kecilku
aku suka bernyanyi
Saatku...
tiba berulang tahun
Tak lupa...
hadiahku sepeda
Kupakai setelah kubelajar
Janji mama,
janji papa,
setelah ku naik kelas
Tembok yang membarikade semua berkah istimewa ini menyabotase semua niat kita untuk keluar dari persembunyiannya, tembok itulah yang disebut dengan fear (rasa takut). Dia yang bersemayam dalam pikiran kita. Kita yang menaruhnya di sana, dan hanya kita yang bisa menyingkirkannya dan memunculkan berkah tersebut.
Masih teringat jelas dalam ingatan saya bagaimana saya di setiap sore bermain di halaman bersama teman-teman sebaya. Mau panas, hujan, yang penting main.. Beraneka permainan saya bisa melakukannya, bahkan mungkin tarafnya expert kali ya.. wah,, kalau dipikir indah nian.. walau setiap maghrib ibu saya mengomeli saya untuk pulang mandi dan shalat maghrib.. mungkin teman-teman punya kisah waktu kecilnya yang tak terlupakan, misalnya peristiwa fenomenal, sempa ngompol di kelas saat belajar matematika, atau sok pinter main jailangkung-jailangkungan?
Bagi saya, masa kecil sangat memberikan arti bagi saya yang saat ini..
Bosen Gak Sih?!
Suami saya menjawab, tidak ada bosan sama sekali. Karena kami berdua bersama di rumah dan di kantor memang sama-sama saling membutuhkan. Jadi bukan karena kami harus terpisah jarak dan waktu dulu baru kami akan saling kangen dan gak bosen, tentu bukan karena itu. Kami dirumah cuma bertiga, segala sesuatu kami lakukan bareng dan berbagi peran saja. Jadi tidak ada bosannya. Karena setiap hari, baik di rumah, di perjalanan, di kantor atau di manapun, saya dan suami selalu mempunyai topik-topik yang selalu seru dibicarakan. Baik soal anak, keluarga, agama, dunia pasar modal, ekonomi, politik, ataupun yg pastinya soal kerjaan, dsb. Yg paling seru biasanya kami membicarakan tingkah polah Sheena. Sekecil apapun itu. Dan lagi, karena kerjaan saya dan suami selalu beririsan, jadi apapun yang dibicarakan selalu nyambung. Semua teman suami saya adalah teman saya, dan semua teman saya adalah teman suami saya pula. Jadi tetap seru-seru aja.
Pertanyaan senada lainnya yang suka kami terima, "Kalau di rumah ngomongin kerjaan ga?" Jawabannya, ya! Kami juga ngomongin kerjaan, gimana caranya hal ini diperbaiki, gimana supaya masalah itu selesai, saya bertanya soal sistem di departemen suami saya, atau sebaliknya dan banyak hal lainnya. "Ih apa banget di rumah masih aja bahas kerjaan". Sebagian orang pernah bilang gitu ke kami, bagi kami itu baik-baik aja. Membicarakan kerjaan di rumah bukanlah sebuah nightmare bagi kami. Seru-seru aja sih. Toh dengan membicarakan itu kualitas kebersamaan keluarga tidak berkurang. Jadi ga masalah dan itu menyenangkan.
"Kalau ketemu terus, apa ga kangen sama sama suami/istri?" Ya kangen donk. Suami saya ga keliatan di mejanya aja saya cariin, atau tumben jam segini suami belum mampir ke meja saya, saya pasti tanya, dan sebaliknya. Jadi kangen itu bukan ditentukan jarak dan waktu. Bisa kapanpun. Asalkan kita mengerti cara menciptakannya, tahu cara mengelolanya, tahu cara menjaganya. Tiap-tiap keluarga pasti punya caranya sendiri.
Terakhir, saya terus berdoa semoga Allah selalu jaga kehangatan di keluarga kecil kami sampai kapanpun. Mohon doakan pula ya teman-teman.. 😊
Kenapa Memilih Daycare?
- Anak bersama orang tua atau mertua
- Anak bersama pengasuh yang sudah dikenal dekat (baik dari kerabat, keluarga, tetangga dekat)
- Anak bersama pengasuh profesional (baby sitter)
- Anak di daycare
- Anak bersama dirumah 24 jam bersama ibunya, ibu harus resign dari kantor
- Survey dulu beberapa daycare. Jangan bermodalkan “katanya katanya” untuk hal se-priotritas ini. Dan gunakan feeling sebagai orang tua terkait daycare nya.
- Bertanya kepada sekitar, waktu itu saya bermodal bertanya ke satpam-satpam perumahan dan mereka memberitahukan tempat-tempat tersebut. Catatan : beberapa petugas tidak mengerti apa itu daycare. Mungkin coba menerjemahkan menjadi “tempat penitipan anak, taman bermain anak usia dini, dsb”.
- Pilihlah lokasi yang sejalan dengan aktifitas harian bunda, karena ini akan sangat memudahkan mobilisasi setiap hari ketika antar jemput anak.
- Wawancara Owner daycare dan pengasuhnya. Saat itu saya sudah punya list pertanyaan yang akan saya ajukan, tujuan saya agar saya bisa membaca apakah tempat ini layak untuk jadi rumah kedua anak saya atau tidak dan juga mengetahui bagaimana pola asuh mereka. Saya share juga ya list pertanyaannya di bawah ya.
- Biaya. Sesuaikan dengan budget keluarga. Berapa biaya bulanan, jika ada overtimenya bagaimana.
- Cari testimoni dari pihak sekitar terkait daycare. Waktu itu saya sampai menanyakan ke ibu-ibu sekitar daycare dan mba-mba salon sekitar daycare tersebut. Dan Alhamdulillah testimony mereka baik. Bahkan saya sempat menanyakan ke salah satu orang tua siswa daycare, ternyata ibu ini sudah menitipkan 2 anaknya disana. Saya berkesimpulan tempat tersebut cukup baik.
- Melow luar biasa karena meninggalkan anak dalam keadaan menangis. Ya namanya anak butuh adaptasi hal baru. Alhamdulillah Sheena menangis hanya 3-4 hari di awal saja. Hari berikutnya sudah lincah kemana kemari.
- Bunda harus ikhlas dan berikan kepercayaan kepada pihak daycare. Saya meyakini antara anak dan ibu pasti ada ikatan batin yang kuat. Di awal-awal saya menangis karena antara rela dan tidak berpisah dengan anak, justru melow-melow ini yang juga membuat anak gelisah sehingga menyulitkan Sheena dan pengasuh saling beradaptasi. Ikhlas saja. Percayakan Allah akan menjaga anak kita.
- Beberapa anak berdasarkan penuturan pengasuhnya sempat dikembalikan ke orang tua karena masa percobaan 1 bulan, anaknya selalu menangis dan frekuensi menangisnya tidak berkurang dari hari kehari dan tidak mau makan. Terkait hal ini, biasanya pihak daycare mengembalikan anak ke orang tuanya. Karena mungkin pihak daycare tidak mau anak tersebut kenapa-kenapa di daycare. Jadi, in case anak kita seperti ini, harus siap-siap cari opsi lain ya.
Terkadang kita memiliki kekhawatiran-kekhawatiran yang berlebihan akan sesuatu hal yang belum terjadi. Kekhawatiran ini yang kadang membuat kita tidak merasa lega dan yakin menapak ke depan. Yakinilah, dimana ada kemauan, disitu Allah akan tunjukkan jalan. Asalkan niatnya baik dan tulus, prosesnya diiringi keikhlasan, percaya saja Allah akan tunjukkan jalan-jalanNya.
Wassalam.
Menyampaikan Afirmasi Positif kepada Sheena
Tidak terasa, Sheena sebentar lagi akan berusia 2 tahun.
Tepatnya 21 Januari 2018 nanti.
Dan tak terasa juga saya sudah mengASIhi Sheena selama itu.
Ada syukur, bahagia, letih, sedih, nano-nano rasanya di dalam proses menyusui Sheena.
Menjelang 2 tahun inilah sedikit demi sedikit saya mulai memberikan afirmasi positif. "Sheena, nanti kalau udah 2 tahun, Ayah Bunda mau Sheena udah gak nenen ya. Waktu kamu menyusu dengan Bunda tinggal 2 bulan lagi ya". Kadang Sheena juga ngambek setiap saya bicarakan ini. Dan merengek. "Neeeen...", begitu rengekannya.
Tapi beberapa waktu belakangan, semakin saya dan suami sounding untuk disapih, semakin getol lah dia meminta menyusu.
Ditambah beberapa hari ini, terasa sakit sekali ketika menyusui Sheena.
Mungkin karena ASI nya sudah sangat jauh berkurang, dan Sheena giginya sudah tumbuh semua dibagian depan, menambah kompleksnya kesakitan saya setiap menyusu. Mulai saya sounding lagi. "Sheena, nenennya sakit. Sheena minum air putih ya". Saya obati. Dan dia ikuti menyodorkan "Bat. Bat, Budaa, bat nen". Malamnya saya bicarakan, Sheena, Bunda merasa sakit. Sheena dipukpuk ya boboknya. Sampai jam 11 masih terlihat masih segar matanya. Saya ajak ke kamar mandi saya ajak berwudhu sebelum bobok.
Tidak lama saya gendong, "Nak, Bunda mau Sheena bobo tanpa nen ya.." Tampaknya dia paham dan mungkin semakin mengerti karena melihat raut wajah saya yang menahan lelah. Saya matikan lampu, saya gendong dan Sheena langsung nemplok dipundak, sambil dinyanyikan, 5 menit kemudian sudah pulas tertidur pulas.
Alhamdulillah.. Sampai subuh tidak terbangun sama sekali. Bayi kecilku ini sudah mulai besar dan mulai bisa diberi pengertian.
#hari1
#gamelevel1
#komunikasiproduktif
#tantangan10hari
#KuliahBunSayIIP
#WeaningWithLove
#WWL
#Sheenaisturning22months
Being Stay At Home Mom or Working Mom?
2 hari ini saya menjalani kehidupan kantor yang agak sedikit dibilang gabut. Hahaha..
Setelah beberapa bulan belakangan saya menjalani ke-hectic-an project yang menyita pikiran dan tenaga di kantor, untuk sejenak saya bisa sedikit "leyeh-leyeh" di kantor karena lumayan agak senggang waktunya. Ya hitung-hitung rehat sejenak dari project berikutnya di bulan Juni 2017 yang maraton terus sampai tahun-tahun depan.
Berkaca dari diri saya yang orangnya lebih suka dikasih kesibukan, dikasih senggang sedikit saya pasti mikir ngalor-ngidul kemana-mana. Diantara kegabutan saya itu sampailah saya pada pemikiran dalam (*ceileeh),
Should I be the working mom for now until the future time?
Haahaha..
Pemikiran saya saat itu membawa saya untuk mengajak diskusi teman yang dulu satu kampus, terhimpun dalam satu grup whatsapp, sebutlah nama grup itu Mahmud Abas. Ya grup tersebut berisi kumpulan Mamah Muda Anak Baru Satu :D Walaupun disana ada juga sih yang baru melahirkan anak keduanya. Mungkin insyaAllah suatu hari nanti Mahmud Abas akan bertransformasi menjadi Mahmud Ternak. Mamah Muda Anter Anak.. Hahha
Kembali ke topik yang ada di judul.
Dari diskusi singkat yang saya jalani beberapa saat via whatsapp itu, saya mengajukan beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh mahmud yang waktu itu memilih menjadi Stay At Home Mom (SAHM).
Pertanyaannya simpel saja awalnya. Saya bertanya apa saja yang melatarbelakangi kenapa memilih utk SAHM? Apa saja suka dukanya? Untuk 2 pertanyaan saja alhamdulillah saya sudah mendapatkan point of view yang cukup banyak.
Dari latar belakang yang beragam dari keseluruhan diskusi saya melihat hal positif menjadi SAHM. Diantaranya :
1. Ibu menjadi mampu mendampingi anak all the day. Kedekatan emosional antara ibu dan anak akan lebih terbangun. Ibu akan mampu mengamati setiap perkembangan anak sekecil apapun itu. Atau mungkin si ibu belum rela anaknya diasuh orang lain.
2. Totalitas urus suami
3. Makan lebih sehat
4. Rumah nyaman
5. Suami istri tentram
6. Dsb
Tentunya dari hal positif pasti akan lahir juga hal-hal negatif yang *mungkin* bermunculan, diantaranya :
1. Kegiatan rumah yang tiada habisnya mungkin akan menjemukan untuk SAHM. Ya istilahnya memicu kebosanan. Dari bosan berkepanjangan kemungkinan selanjutnya akan terjadi stress. Ya bagaimana tidak stres, menghadapi anak yang semakin hari semakin menggemaskan kadang membuat rasa sabar kian terasah, belum lagi pekerjaan rumah yang selalu ada. Mungkin ketika bekerja, si ibu memiliki kebebasan sedikit lebih dibanding jadi SAHM. Mungkin dulu sempet manager pabrik, pas jadi di rumah hanya menguasai sepetak rumah doank. Haha
Untuk hal-hal ini bisa diantisipasi dengan cara ibu mempersiapkan me time. Minimal 1x seminggu keluar. Dan suami diharapkan lebih peka juga ajak istri keluar rumah di pengujung pekan. Minimal belanja mingguan, sesekali makan di luar, atau sekadar menemani anak bermain di taman.
Selain itu menjadi penting untuk memahami prinsip bahwa manusia adalah untuk bermanfaat untuk orang lain (termasuk keluarga di dalamnya).
Jika ada rasa bosan melanda, pastikan diri menemukan kesibukan apapun yang membuat ibu menjadi produktif, sebutlah misalnya merangkai bunga, memasak, baking kue, menjahit, colouring the books, ya intinya apapun itu yang menjadi stress relief.
2. Omongan orang sekitar yg mungkin bikin baper.
Tidak bisa kita nafikan bahwa saat ini kultur hidup kita sebagian besar masih memandang wanita bekerja itu lebih OK dibanding wanita yang fokus menjadi ibu rumah tangga. Ya kadang menjadi ibu rumah tangga masih dipandang tidak bekerja (lha wong cuci, setrika, ngepel dsb, apa disebut gak kerja? cuma pakai ilmu simsalabim prok prok jadi apa? Hahaha).
Sejak jadi ibu saya juga merasakan apa omongan yang kadang nyelekit soal pengasuhan kita yang bikin baper. Hehehe. Ya solusinya apa? Balik lagi ke diri sendiri agar tidak terlalu dimasukin ke hati apa saja yang orang ungkapkan. Istilahnya lebih tebal kuping aja. Selama komentarnya positif ya kita pertimbangkan. Ketika komentarnya negatif, buat apa kita juga pusing-pusing mikirinnya. Betul betul betul.. (*upin ipin style).
Dan sesama ibu, please stop judging other moms. Hindarilah merasa pengasuhan kita paling benar, yang lain salah.
3. Pemasukan yg berkurang.
Mungkin ketika istri masih bekerja, keuangan lebih stabil. Ingin beli apa bisa punya uang sendiri. Tapi setelah menjadi SAHM mungkin akan berbeda. Kuncinya apa? Ya syukuri berapapun rezeki yg diberikan suami. Mulai berhemat. Rajin menabung. Gak lapar mata apa-apa dibeli.
Dari hal positif negatif di atas, ada challange lagi ketika ibu memutuskan jadi SAHM seperti :
1. Bagaimana membangun komunikasi terus menerus antar pasutri yang baik.
2. Lebih saling pengertian dan peka satu sama lain.
3. Berpegang teguh sama prinsip dan keputusan yang sudah disepakati bersama.
4. Be productive SAHM. Memperluas kebermanfaatan tidak saja internal rumah tangga, tapi juga eksternal. Tetapi tidak luput mengutamakan rumah tangga itu sendiri tentunya.
Lalu saya sendiri bagaimana?
Let's see later ya.. 😄😄
Dan saya pun yakin, dimanapun seorang ibu berada dalam hati kecilnya ia pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Entah menjadi ibu rumah tangga, ataupun ibu bekerja. Pasti ada faktor-faktor yang membedakan antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya yang gak bisa disamaratakan.
Ya akhirnya, saya ingin mengungkapkan rasa bahagia ketika tergabung dalam komunitas-komunitas yang seperjuangan dengan saya.
Banyak hikmah yang tersebar di dalamnya.
Selanjutnya apa? Mari kita kumpulkan hikmah-hikmah tersebut agar kita menjadi orang tua yang lebih dewasa dan bijak dalam berpikir maupun bertindak.
Dengan diskusi ini pun kegabutan saya pun menjadi sedikit lebih bernilai.. Hahaha
Bekasi, 9 Mei 2017