0

Being Stay At Home Mom or Working Mom?

2 hari ini saya menjalani kehidupan kantor yang agak sedikit dibilang gabut. Hahaha..
Setelah beberapa bulan belakangan saya menjalani ke-hectic-an project yang menyita pikiran dan tenaga di kantor, untuk sejenak saya bisa sedikit "leyeh-leyeh" di kantor karena lumayan agak senggang waktunya. Ya hitung-hitung rehat sejenak dari project berikutnya di bulan Juni 2017 yang maraton terus sampai tahun-tahun depan.

Berkaca dari diri saya yang orangnya lebih suka dikasih kesibukan, dikasih senggang sedikit saya pasti mikir ngalor-ngidul kemana-mana. Diantara kegabutan saya itu sampailah saya pada pemikiran dalam (*ceileeh),

Should I be the working mom for now until the future time?

Haahaha..

Pemikiran saya saat itu membawa saya untuk mengajak diskusi teman yang dulu satu kampus, terhimpun dalam satu grup whatsapp, sebutlah nama grup itu Mahmud Abas. Ya grup tersebut berisi kumpulan Mamah Muda Anak Baru Satu :D Walaupun disana ada juga sih yang baru melahirkan anak keduanya. Mungkin insyaAllah suatu hari nanti Mahmud Abas akan bertransformasi menjadi Mahmud Ternak. Mamah Muda Anter Anak.. Hahha

Kembali ke topik yang ada di judul.
Dari diskusi singkat yang saya jalani beberapa saat via whatsapp itu, saya mengajukan beberapa pertanyaan untuk dijawab oleh mahmud yang waktu itu memilih menjadi Stay At Home Mom (SAHM).

Pertanyaannya simpel saja awalnya. Saya bertanya apa saja yang melatarbelakangi kenapa memilih utk SAHM? Apa saja suka dukanya? Untuk 2 pertanyaan saja alhamdulillah saya sudah mendapatkan point of view yang cukup banyak.

Dari latar belakang yang beragam dari keseluruhan diskusi saya melihat hal positif menjadi SAHM. Diantaranya :

1. Ibu menjadi mampu mendampingi anak all the day. Kedekatan emosional antara ibu dan anak akan lebih terbangun. Ibu akan mampu mengamati setiap perkembangan anak sekecil apapun itu. Atau mungkin si ibu belum rela anaknya diasuh orang lain.
2. Totalitas urus suami
3. Makan lebih sehat
4. Rumah nyaman
5. Suami istri tentram
6. Dsb

Tentunya dari hal positif pasti akan lahir juga hal-hal negatif yang *mungkin* bermunculan, diantaranya :

1. Kegiatan rumah yang tiada habisnya mungkin akan menjemukan untuk SAHM. Ya istilahnya memicu kebosanan. Dari bosan berkepanjangan kemungkinan selanjutnya akan terjadi stress. Ya bagaimana tidak stres, menghadapi anak yang semakin hari semakin menggemaskan kadang membuat rasa sabar kian terasah, belum lagi pekerjaan rumah yang selalu ada. Mungkin ketika bekerja, si ibu memiliki kebebasan sedikit lebih dibanding jadi SAHM. Mungkin dulu sempet manager pabrik, pas jadi di rumah hanya menguasai sepetak rumah doank. Haha

Untuk hal-hal ini bisa diantisipasi dengan cara ibu mempersiapkan me time. Minimal 1x seminggu keluar. Dan suami diharapkan lebih peka juga ajak istri keluar rumah di pengujung pekan. Minimal belanja mingguan, sesekali makan di luar, atau sekadar menemani anak bermain di taman.

Selain itu menjadi penting untuk memahami prinsip bahwa manusia adalah untuk bermanfaat untuk orang lain (termasuk keluarga di dalamnya).

Jika ada rasa bosan melanda, pastikan diri menemukan kesibukan apapun yang membuat ibu menjadi produktif, sebutlah misalnya merangkai bunga, memasak, baking kue, menjahit, colouring the books, ya intinya apapun itu yang menjadi stress relief.

2. Omongan orang sekitar yg mungkin bikin baper.

Tidak bisa kita nafikan bahwa saat ini kultur hidup kita sebagian besar masih memandang wanita bekerja itu lebih OK dibanding wanita yang fokus menjadi ibu rumah tangga. Ya kadang menjadi ibu rumah tangga masih dipandang tidak bekerja (lha wong cuci, setrika, ngepel dsb, apa disebut gak kerja? cuma pakai ilmu simsalabim prok prok jadi apa? Hahaha).

Sejak jadi ibu saya juga merasakan apa omongan yang kadang nyelekit soal pengasuhan kita yang bikin baper. Hehehe. Ya solusinya apa? Balik lagi ke diri sendiri agar tidak terlalu dimasukin ke hati apa saja yang orang ungkapkan. Istilahnya lebih tebal kuping aja. Selama komentarnya positif ya kita pertimbangkan. Ketika komentarnya negatif, buat apa kita juga pusing-pusing mikirinnya. Betul betul betul.. (*upin ipin style).

Dan sesama ibu, please stop judging other moms. Hindarilah merasa pengasuhan kita paling benar, yang lain salah.

3. Pemasukan yg berkurang.

Mungkin ketika istri masih bekerja, keuangan lebih stabil. Ingin beli apa bisa punya uang sendiri. Tapi setelah menjadi SAHM mungkin akan berbeda. Kuncinya apa? Ya syukuri berapapun rezeki yg diberikan suami. Mulai berhemat. Rajin menabung. Gak lapar mata apa-apa dibeli.

Dari hal positif negatif di atas, ada challange lagi ketika ibu memutuskan jadi SAHM seperti :

1. Bagaimana membangun komunikasi terus menerus antar pasutri yang baik.
2. Lebih saling pengertian dan peka satu sama lain.
3. Berpegang teguh sama prinsip dan keputusan yang sudah disepakati bersama.
4. Be productive SAHM. Memperluas kebermanfaatan tidak saja internal rumah tangga, tapi juga eksternal. Tetapi tidak luput mengutamakan rumah tangga itu sendiri tentunya.

Lalu saya sendiri bagaimana?
Let's see later ya.. 😄😄

Dan saya pun yakin, dimanapun seorang ibu berada dalam hati kecilnya ia pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Entah menjadi ibu rumah tangga, ataupun ibu bekerja. Pasti ada faktor-faktor yang membedakan antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya yang gak bisa disamaratakan.

Ya akhirnya, saya ingin mengungkapkan rasa bahagia ketika tergabung dalam komunitas-komunitas yang seperjuangan dengan saya.
Banyak hikmah yang tersebar di dalamnya.
Selanjutnya apa? Mari kita kumpulkan hikmah-hikmah tersebut agar kita menjadi orang tua yang lebih dewasa dan bijak dalam berpikir maupun bertindak.

Dengan diskusi ini pun kegabutan saya pun menjadi sedikit lebih bernilai.. Hahaha

Bekasi, 9 Mei 2017

0 komentar:

Posting Komentar

Back to Top